
Klaim Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) terkait adanya puluhan ribu pekerja migran sektor perikanan tidak terdata atau ilegal menuai kritik.
Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I) menyoroti data Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengenai jumlah pekerja migran sektor perikanan yang terdata hanya 988 orang di tahun 2023 dan sekitar 677 orang pada awal 2025.
Pertanyaannya, apakah klasifikasi legal dan ilegal atau nonprosedural proses pemberangkatan pelaut Indonesia ke luar negeri sebagai awak kapal hanya berbasiskan pada terdata atau tidak terdatanya di KP2MI? Tentu ini tidak elok,” kata Ketua Umum AP2I, Imam Syafi’i, Sabtu, 29 Maret 2025.
Imam lantas menyinggung data di laman Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) Kementerian Perhubungan. Tertulis, jumlah total pelaut Indonesia yang terdata di DJPL tahun 2024 sebanyak 1.552.025 pelaut. Jumlah ini terbagi sebanyak 1.504.155 pelaut laki-laki dan 47.870 pelaut perempuan.
Data tersebut, kata Imam, merupakan data global jumlah pelaut Indonesia, baik yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri di berbagai jenis kapal.
“Lalu kembali pertanyaannya adalah, apakah pelaut yang terdata di DPJL dan bekerja di luar negeri tidak terdata di KP2MI disebut nonprosedural atau ilegal?” kritiknya.
Sejak terbentuk pada Mei 2021, data pelaut anggota AP2I tercatat sebanyak 11.328 yang mayoritas bekerja di kapal-kapal penangkap ikan berbendera asing di luar negeri. Mereka berangkat keluar negeri melalui perusahaan keagenan awak kapal resmi yang terdaftar memiliki Surat Izin Usaha Keagenan Awak Kapal (SIUKAK).
Izin ini diterbitkan Menteri Perhubungan sebagaimana UU 66/2024 tentang Perubahan Ketiga atas UU 17/2008 tentang Pelayaran yang telah disahkan Presiden Prabowo Subianto dan telah diundangkan pada 28 Oktober 2024.
Bicara soal prosedural, baik pelaut anggota AP2I maupun pelaut Indonesia secara umum merujuk regulasi di bidang pelayaran dan peraturan-peraturan turunannya, setiap orang dilarang mempekerjakan seseorang di kapal dalam jabatan apa pun tanpa disijil dan tanpa memiliki kompetensi dan keterampilan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan. Jika dilanggar, maka ada konsekuensi dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp300 juta.
Ringkasnya, selain harus memiliki kompetensi dan keterampilan serta bukti lulus tes kesehatan dan psikologi dari rumah sakit terakreditasi, setiap pelaut Indonesia yang akan bekerja sebagai awak kapal harus punya dokumen pelaut (buku pelaut dan perjanjian kerja laut/PKL) dan harus disijil.
“Lalu apa fungsi dari penyijilan buku pelaut dan pengesahan PKL di UPT DJPL? Hal tersebut, sebagai implementasi kehadiran pemerintah melalui DJPL untuk melakukan pendataan dan pelindungan ketika terjadi sengketa PKL antara pelaut dengan pengusaha,” sambungnya.
Oleh karena itu, AP2I mengimbau Kementerian P2MI merevisi atau menghapus pernyataan tersebut yang telah terpublikasi di website resmi KP2MI/BP2MI.
“Menteri P2MI terkesan tendensius pada satu peraturan perundang-undangan saja. Apalagi, pernyataan menteri harusnya keluar berdasarkan hasil masukan dari berbagai pihak dan kajian dari regulasi yang ada,” pungkasnya.
Sumber berita: RMOL