
Tegal, 30 Juni 2025 | Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) khususnya ketentuan Pasal 12 menyatakan bahwa “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” yang dalam Penjelasannya menyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan ‘menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya’ adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.”
Bahwa dalam kaitan argumentasi di atas, Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I) dalam rangka Advokasi Kebijakan, melalui artikel Opini Publik ini ingin membahas mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (PP 22/2022).
Bahwa PP 22/2022 merupakan salah satu peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU 18/2017) yaitu dalam rangka melaksanakan perintah Pasal 64 UU 18/2017 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan pelindungan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Bahwa terdapat hal yang menarik untuk dibahas dan dikupas mengenai keberadaan atau materi muatan yang diatur di dalam PP 22/2022, yakni materi muatan Pasal 43 dan Pasal 45, yang kami kutipkan bunyi pasalnya sebagai berikut:
Pasal 43:
Ayat (1): Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, manning agency yang telah memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1200), dinyatalan masih tetap berlaku dan dapat melaksanakan Penempatan Awak Kapal Niaga Migran atau Awak Kapal Perikanan Migran.
Ayat (2): Manning agency sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan perizinan SIP3MI paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 45:
Ayat (1): Perusahaan yang telah mengajukan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal, sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tetap diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1200) dan dapat melaksanakan Penempatan Awak Kapal Niaga Migran atau Awak Kapal Perikanan Migran.
Ayat (2): P3MI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan perizinan SIP3MI paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Bahwa setelah membaca dengan seksama bunyi Pasal 43 dan 45 PP 22/2022, sepertinya muatan materi pasal a quo menurut hemat AP2I, telah bertentangan atau tidak sejalan dengan materi muatan yang diatur di dalam UU 18/2017 sebagai UU rujukannya, di mana materi muatan dalam UU 18/2017 sama sekali tidak menyinggung soal “perizinan” Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK), melainkan mengatur soal “perizinan” Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI). Tetapi “bahkan” parahnya, pasal a quo ayat (2) nya, terkesan mengintervensi keberadaan atau eksistensi dari SIUPPAK yang diperintahkan untuk menyesuaikan “mengubah” ke SIP3MI. Sementara kedua perizinan tersebut (SIUPPAK dan SIP3MI), adalah produk perizinan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berbeda, dalam hal ini SIUPPAK diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), sedangkan SIP3MI diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang saat ini kewenangan penerbitan SIP3MI telah berpindah ke Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI), dan kedua perizinan tersebut diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berbeda pula, yaitu untuk SIUPPAK “saat ini telah diubah menjadi SIUKAK/Surat Izin Usaha Keagenan Awak Kapal” diterbitkan berdasarkan UU 66/2024 jo. UU 6/2023 jo. PP 31/2021 jo. Permenhub 12/2021 jo. Permenhub 59/2021. Sementara SIP3MI diterbitkan berdasarkan UU 18/2017. Hal ihwal perbedaan perizinan tersebut pun telah pula dikuatkan dengan adanya Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 67 P/HUM/2022, yang sangat tegas dalam Pertimbangannya, Majelis Hakim MA menyatakan “Bahwa perekrutan awak kapal dan penempatan awak kapal tidak dapat disamakan dengan Pekerja Migran Indonesia, dan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berbeda sehingga sudah sewajarnya kewenangan terkait penerbitan perizinan usaha perekrutan dan penempatan awak kapal dilaksanakan oleh instansi yang berbeda, dalam hal ini untuk perizinan terkait perekrutan dan penempatan Awak Kapal berbendera Indonesia dan Kapal Asing di luar negeri dilaksanakan oleh Kementrian Perhubungan sedangkan perizinan terkait Pekerja Migran Indonesia dilaksanakan oleh Kementrian Ketenagakerjaan.”
Bahwa berdasarkan penjabaran tersebut, AP2I berkesimpulan:
- Bahwa materi muatan Pasal 43 dan 45 PP 22/2022 PATUT DIDUGA telah bertentangan atau tidak sejalan dengan UU 18/2017, dengan batu uji Pasal 12 dan Penjelasan Pasal 12 UU 12/2011.
- Bahwa merujuk butir (1) di atas, pihak yang berkepentingan “pelaku usaha atau organisasi pengusaha keagenan awak kapal atau organisasi awak kapal” dapat mencoba melakukan advokasi kebijakan dengan mengajukan Uji Materi di Mahkamah Agung guna mendapatkan Kepastian Hukum.
Demikian artikel Opini Publik ini, semoga bermanfaat dan dapat menjadi bahan diskusi, pengambilan Keputusan, dll., bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang berkaitan dengan tata kelola awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal asing di luar negeri.
Salam,
Imam Syafi’i
Ketua Umum AP2I
Unduf file pdf