
KBRN, Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (DPP AP2I) membantah pernyataan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding, yang menyebutkan bahwa puluhan ribu pekerja migran sektor perikanan yang bekerja di luar negeri tidak terdata atau ilegal.
Dalam pernyataannya Menteri Karding, mengatakan bahwa besar pekerja migran sektor perikanan tersebut bekerja di Taiwan, Italia, dan Spanyol tanpa melalui prosedur resmi. Berdasarkan data KemenP2MI, hanya 988 pekerja sektor ini yang terdata pada tahun 2023, dan sekitar 677 orang pada awal 2025, melalui jalur kerja sama pemerintah (G to G) dengan Taiwan dan Korea Selatan.
Menanggapai pernyataan tersebut, Ketua Umum AP2I Imam Syafi’i menilai pernyataan itu tendensius dan tidak mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak serta kajian terhadap regulasi yang berlaku. Pelaut Indonesia, termasuk anggota AP2I, telah mengikuti prosedur yang sesuai dengan regulasi di bidang pelayaran.
Data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) menunjukkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 1.552.025 pelaut Indonesia yang terdaftar, baik yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri, di kapal niaga maupun kapal penangkap ikan.
AP2I sendiri mencatat memiliki 11.328 anggota yang mayoritas bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing melalui perusahaan keagenan awak kapal yang memiliki Surat Izin Usaha Keagenan Awak Kapal (SIUKAK).
Ia menegaskan bahwa semua pelaut yang bekerja sebagai awak kapal harus memiliki dokumen lengkap, termasuk buku pelaut dan perjanjian kerja laut (PKL) yang disahkan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) DJPL Kemenhub. Penyijilan ini memastikan pendataan dan perlindungan bagi pelaut jika terjadi sengketa PKL.
Imam mempertanyakan dasar Menteri Karding dalam mengklasifikasikan pekerja migran sebagai ilegal hanya karena tidak terdata di KP2MI. Ia menegaskan bahwa berdasarkan aturan yang berlaku, pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri melalui jalur resmi pelayaran tidak bisa dikategorikan sebagai ilegal.
“Kami meminta KP2MI untuk merevisi atau menghapus pernyataan yang telah terpublikasi di situs resmi KP2MI/BP2MI serta meminta agar sengketa antara Kemenhub dan KP2MI tidak melibatkan para pelaut,” ujarnya.
Sumber berita: KBRN